MENGEMBALIKAN PERANAN TNI POLRI KEPADA ABRI SEBAGAI PELOPOR, STABILISATOR, DINAMISATOR
MENGEMBALIKAN PERANAN TNI POLRI KEPADA ABRI SEBAGAI PELOPOR, STABILISATOR, DINAMISATOR ADALAH SOLUSI DARI DEGRADASI PEMERINTAH AKIBAT RADIKALISASI DEMOKRASI .
Oleh KS Kanjeng Senopati
MENURUT saya TNI POLRI selayaknya kembali memiliki peranan sebagai ABRI sebagai kekuatan yang terpusat dan terkomando sehingga TNI Polri dapat berperan sebagai pelopor, stabilisator dan dinamisator negara memang lebih pas dan tepat bila diterapkan kembali di Negara seperti Indonesia.
Dan mengembalikan tatanan TNI POLRI sebagai satu institusi ABRI sebagai satu kesatuan wadah yang solid. Karena pengendalian ABRI lebih independen tidak dapat diperalat dan ditunggangi, lebih terstruktur lebih kostruktif dan komprehensif bersifat mampu menangkap (menerima) dan mengawal negara dengan baik kondisi demokrasi negeri seperti saat ini.
Harus dipahami dipecah-pecahnya ABRI merupakan keberhasilan peranan kelompok radikal kiri yaitu kapitalis, liberalis, komunis yang menyusup kedalam barisan reformasi.
Berawal dari momentum perubahan yang tak terbendung pasca-tumbangnya orde baru Suharto ini lalu menjadi lahan subur bagi lahirnya aturan perundang-undangan di bidang sosial-politik yang jauh lebih terbuka, longgar, pro-perubahan dan dengan massif memungkinkan siapa saja dengan mudah dan otonom berpartispasi dan terlibat dalam proses-proses politik praktis tanpa melihat latar belakang pendidikan, sosial, dan etnis dan budayanya.
Sebuah pemandangan yang tentu saja tidak terlihat pada saat jaman Orba. Perubahan situasi yang memungkinkan keterbukaan dan kebebasan yang ekstrim bagi setiap orang dalam menentukan pilihan-pilihan politiknya dengan pemilihan langsung yang kemudian terfragmentasi dalam berbagai motif, ideologi, dan partai politik lebih condong kepada terjadinya keriminalisasi politik. Bahkan puncaknya dengan kebebasan munculnya wacana akan mencabut TAP MPRS No. XXV/1966 (tentang larangan bahayanya paham komunisme).
Sebuah sistem yang telah melahirkan radikalisasi demokrasi (sistem demokrasi yang radikal dan semakin bebas) yang dipelopori dan dikuasai oleh kelompok proletar kiri yaitu kapitalis, liberalis dan komunis. Perubahan kondisi sistem demokrasi seperti ini tentu sangat menguntungkan kelompok kiri dan merupakan lahan subur bangkitnya _KGB Komunis Gaya Baru._
Dihilangkannya fungsi Sospol dipecah-pecahnya ABRI antara TNI dan POLRI, ini yang diharapkan kelompok kiri agar nantinya mereka dapat lebih bebas dan leluasa mengambil memanfaatkan sebagai _rulling class (bemper)_ untuk penguasa. Dan kondisi hari ini telah berhasil dan sedang berlangsung di dalam pemerintahan Jokowi.
Memerahkan ABRI (TNI POLRI) saat ini adalah wacana "koalisi merah" sebagai penguasa oligarki yang semua ini untuk kepentingan proyek besar asing bos jalur sutra yaitu RRC Tiongkok Komunis.
Sebenarnya wacana "memerahkan" ABRI dulu pernah dijalankan oleh _Jendral LB Moerdani_ dijaman orde baru dengan mendekati presiden Soeharto agar mencurigai dan menjauhi umat Islam bahwa Islam lah sumber bahaya laten. Tapi itu berhasil digagalkan oleh _Jenderal M Yusuf._ Dan terakhir wacana "memerahkan" ABRI pernah akan dilakukan lagi di masa pra reformasi oleh Beni Moerdani tapi sekali lagi itu dapat digagalkan kembali oleh _Prabowo_ yang berakhir dengan dilengserkannya Beni Moerdani oleh Soeharto.
Berkat Prabowo juga Soeharto lebih mendekat kepada Islam dan umat Islam di sembilan tahun terakhir kekuasaannya yang sebelumnya umat Islam sebagai mayoritas selalu dicurigai, dipandang sebagai bahaya laten atau _ekstrim kanan_ dan di anak tirikan Soeharto.
Kenapa koalisi merah yang di pimpin "Jenderal Merah" sangat kuatir akan bersatunya kembali kekuatan hegemoni antara TNI dan Polri menjadi ABRI? Karena kelompok kiri atau koalisi merah yang dibantu oleh RRC sangat kuatir akan mergernya ABRI dan umat Islam.
Bagi "koalisi merah" dua kekuatan besar ini yang dapat menghalangi proyek besar setidaknya bila Indonesia tidak menjadi negara Komunis tapi minimal menjadikan Indonesia sebagai _"Negara Sekuler Raya"_ dan puncaknya Indonesia sebagai proyek Mersuar China akan terancam gagal dan akan menghalangi intervensi China ke dalam Indonesia yang saat ini sedang terajut hubungan mesra dengan pemerintahan.
Harusnya mereka mengetahui bahwa ABRI merupakan bagian dari kekuatan umat Islam begitupun sebaliknya. Karena secara historis lahirnya ABRI adalah dari rakyat yang dibidani Umat Islam yaitu TNI berasal dari _laskar Hizbullah_ dan _laskar Fisabilillah_ kemudian transformasi menjadi BKR lalu TKR, kemudian TRI lalu menjadi TNI.
Tidak dapat dipisahkan, ABRI lahir dari rakyat dan untuk rakyat, yaitu lahir dari umat Islam dan untuk umat Islam. Ibarat umat Islam adalah sang induk dari ABRI karena lahir dari rahim umat Islam.
ANTARA TNI, ULAMA (UMAT ISLAM) DAN KERAJAAN NUSANTARA MEMILIKI NASIB YANG SAMA
Mengapa TNI, umat Islam dan Kerajaan Nusantara sangat anti Komunisme karena tiga elemen besar ini antara TNI, umat Islam dan Kerajaan Nusantara memiliki nasib historis yang sama yaitu dalam rekam sejarah PKI pernah membantai para raja sultan, PKI membantai para kyai-kyai dan dalam sejarah PKI pernah membantai para Jendral TNI. Jadi TNI dan Umat Islam dan Kerajaan Nusantara memiliki trauma yang sama.
Harus diakui ABRI atau TNI sangat butuh umat Islam. ABRI dan UMAT ISLAM (ULAMA) sangat butuh KERAJAAN NUSANTARA sebagai tatanan atau wadah yang mengayomi untuk memperkuat dan memperkokoh IDEOLOGI dalam melawan paham radikal kapitalisme, liberalisme dan komunisme sebagai pergerakan _rakyat semesta_.
Sementara Umat Islam dan Kerajaan Nusantara butuh ABRI sebagai alat kekuatan pertahanan nasional menjaga wilayah teritorial. Nantinya tiga kekuatan ini akan menjadi kekuatan hegemoni besar yang akan memimpin negeri ini akan ditakuti komunisme dan asing.
Tapi fakta dan konsekuensi sejarah pernah menempatkan TNI sebagai bagian kekuasaan yang nyaris paripurna di era pemerintahan Orde Baru. Sebaliknya, pasca-Orde Baru, TNI mengalami degradasi legitimasi dan kepercayaan rakyat.
Pada awal reformasi, sikap simpatik rakyat terhadap TNI pernah berada pada posisi titik nol terendah akibat kekecewaan rakyat. Padahal, rakyatlah yang sebenarnya menjadi pemilik TNI. Ini adalah salah satu keberhasilan strategi kelompok kiri dalam mengadu domba antara TNI dan umat Islam.
Saya memprediksi jika umat Islam Indonesia terus-terusan semakin ditekan, di intimidasi dan nasib TNI pun semakin di kebiri maka itu suatu tanda semakin terciptanya gerakan hegemoni kekuatan besar dengan bangkitnya umat Islam dan golongan nasionalis religius bersama dengan TNI.
Dengan bangkitnya umat Islam otomatis akan menghantarkan TNI POLRI kembali menjadi ABRI dan mengembalikan fungsinya sebagai kekuatan strategis Sospol yang akan bersinergi dengan Islam.
Akan muncul koalisi TNI dan Umat Islam sebagai titik awal peradaban baru politik Indonesia maju menuju Indonesia baru menuju _Nusantara Baru_ yang bermartabat, berkebangsaan dan religius yaitu apabila bangsa negara ini sudah memiliki kekuatan wadah yang menyatukan yaitu _KESULTANAN_ atau _KERAJAAN._
Dengan wadah yang menyatukan yaitu KESULTANAN itu maka ABRI akan menjadi lebih solid dan kokoh. Dengan tatanan Kesultanan Nusantara ABRI akan lebih memiliki marwah kembali. Karena Tatanan Kesultanan itu jauh lebih solid dalam menjaga UUD 1945 dan merealisasikan nilai-nilai Pancasila sebagai pandangan ideologi bangsa dan negara. Disanalah ABRI akan disegani dan ditakuti sebagai MACAN ASIA.
Komentar
Posting Komentar